
Makamah Konstitusi telah menolak mengakui sahihnya undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.Sekarang tinggal menanti Pemerintah Pusat dan Daerah segera mencabut 6 peraturan turunan yang sudah kadung diterapkan di lapangan.
Jakarta-Setelah hampir satu setengah tahun kasusnya bolak-balik diuji Makamah Konstitusi (MK), para nelayan tradisional dan masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir Indonesia bisa bernapas lega. MK akhirnya menolak Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil atas alasan undang-undang itu bertentangan dengan UUD 1945. Kini tinggal kelompok sipil menuntut pemerintah dan badan perwakilan rakyat tingkat daerah dan pusat patuh dan buru-buru mencabut 6 peraturan turunan UU 27 Tahun 2007.
”Ini karena putusan Mahkamah Konstitusi itu memiliki kekuatan hukum tetap, sebagaimana diatur dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi,” kata Riza Damanik, Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), dalam pernyataan pers.
Sejak disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) pada 2007, Undang-Undang No 27 Tahun 2007 telah memiliki 2 peraturan pemerintah dan 4 peraturan pemerintah daerah turunan untuk memperlancar implementasinya di lapangan. Peraturan tersebut antara lain mengatur pemanfaatan pulau-pulau kecil terluar Indonesia dan mitigasi bencana di pulau-pulau tersebut. Di tingkat daerah, peraturan pemerintah daerah secara khusus juga mengatur komersialisasi pulau-pulau kecil terluar Indonesia di Sulawesi, Kalimantan, Jawa dan Sumatera.
Data KIARA mencatat UU No 27 Tahun 2007 ini telah menjadikan 42 pulau masuk daftar pengusahaan tambang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil oleh swasta dan 20 pulau lainnya masuk dalam program adopsi pulau. Selain itu, tak kurang 4 pulau di Kepulauan Riau, Jawa Timur dan Maluku Tengah terancam dikomersialisasi karena potensi sumber daya alam, potensi sejarah Hindia Belanda dan keindahan ekosistem bawah lautnya.
“Sungguh tak dibenarkan jika nelayan dan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil justru dikorbankan untuk kepentingan swasta (termasuk asing) dengan mengkapling-kapling wilayah pesisir dan laut,” kata Riza Damanik.
Sejak tahun lalu Koalisi Tolak HP3 yang terdiri dari 10 kelompok sipil dan 17 perwakilan nelayan mengajukan protes dengan minta uji materi UU No 27 Tahun 2007 ke MK. Protes tersebut, Kamis (16/6) akhirnya dikabulkan MK dengan menolak sahihnya UU No 27 tahun 2007 karena dianggap tak sesuai dengan amanah UUD 1945.
MK menyatakan 14 buah pasal dalam UU No 27 Tahun 2007 dianggap dapat merampas kedaulatan rakyat pesisir atas tanahnya, sekaligus bertentangan dengan prinsip kesejahteraan sosial seperti yang diamanahkan UUD 1945. Artinya, Pemerintah Indonesia wajib mengupayakan kedaulatan negara atas bumi, air dan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Sementara di lain pihak, UU No 27 Tahun 2007 justru membuka peluang bagi pemerintah pusat maupun daerah menjual pulau-pulau kecil dan wilayah pesisirnya untuk dikelola swasta yang berorientasi profit. Atau istilah bekennya :dikomersialisasi dan diprivatisasi.
**
Dimuat di www.siej.or.id, 17 Juni 2011 sumber
0 Response to " Jelas Sudah, Pulau-Pulau Indonesia Tak Boleh Dijual"
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Komentar Mas/mb
Kami senang Jika anda berkenan