Potensi Bencana di Jawa Barat




BAB I
PENDAHULUAN
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang jumlah penduduknya terbesar di Indonesia (18 % dari total penduduk di Indonesia) tersebar di 25 kabupaten/kota, sehingga membawa konsekuensi yang besar bila terjadi bencana, baik korban jiwa maupun harta benda. Dalam kaitan bencana gempa, Jawa Barat berada pada jalur gempa tektonik, yang topografinya bergunung-gunung dan aliran sungai yang umumnya bermuara di wilayah Pantai Utara, maka di beberapa daerah merupakan daerah rawan banjir, tanah longsor, gempa bumi dan lain-lain.
Provinsi Jawa Barat salah satu daerah rawan bencana alam di Indonesia. Terdapat 15 kabupaten/kota yang selalu menjadi langganan banjir dan tanah longsor. Daerah rawan banjir di Jawa Barat diantaranya, daerah Karawang, Indramayu, Ciamis dan Kabupaten Bandung. Sedangkan daerah yang rawan longsor antara lain Kab. Cianjur, Kab. Garut, Kab. Tasikmalaya, Kab. Bandung, Kab. Bandung Barat, Kab. Ciamis, Kab. Sumedang, Kab. Sukabumi, Kab./Kota Bogor, dan Kab. Purwakarta. Menurut data data di Dinas Sosial Jawa Barat, kerawanan tersebut dapat dilihat dari jumlah kejadian tanah longsor, khusus pada 2008 lalu. Intensitas tanah longsor terjadi di Garut 21 kali, Ciamis 5 kali, Sumedang 24 kali, KBB 8 kali, Kab. Bogor 49 kali, Cianjur 17 kali, dan Kota Bogor 14 kali.
Penyebab meningkatnya kualitas bencana banjir dan longsor 2008 hingga menimbulkan kerugian materi yang lebih besar dibandingkan pada tahun 2007, antara lain akibat kerusakan hutan, buruknya penataan lingkungan, musim hujan lebih panjang. Selain itu, sungai-sungai di Jawa Barat yang melewati daerah rendah di Jawa Barat seperti Karawang, Indramayu, Ciamis, dan Kab. Bandung, sudah mengalami pendangkalan. Kondisi cuaca global juga mendorong terjadinya bencana alam, misalnya akibat pemanasan global yang menyebabkan sering pasangnya air laut.





BAB II
PEMBAHASAN

A.     POTENSI DAN KEJADIAN BENCANA ALAM DI PROVINSI JAWA BARAT
Mengingat letaknya yang rawan gempa, maka setiap tahun terutama pada musim penghujan, selalu ada kejadian bencana. Dan jika ditilik dari kondisi lingkungan di Jawa Barat, maka akan diperoleh gambaran yang sungguh memprihatinkan. Betapa tidak, berbagai kerusakan telah terjadi dimana-mana. Dari hasil identifikasi yang dilakukan terhadap wilayah ini maka terdapat beberapa potensi bencana yang ada, yaitu:

1.      Gempa Bumi
Gempa bumi adalah peristiwa berguncangnya bumi yang dapat disebabkan oleh tumbukan antar lempeng tektonik, aktivitas gunung berapi atau runtuhan batuan. Gempa tektonik disebabkan oleh pergeseran lempeng tektonik. Gempa tektonik biasanya jauh lebih kuat getarannya dan mencapai daerah yang luas sehingga menimbulkan banyak korban dan merupakan gempa yang paling sering dirasakan di Indonesia. Gempa akibat aktivitas vulkanisme yang sering terjadi di Provinsi Jawa Barat terutama akibat aktivitas Gunung Gede, Gunung Papandayan, Patuha, Tangkupanperahu, Galunggung, yang tentu saja akan berdampak langsung pada penduduk yang berdiam di wilayah sekitar pegunungan tersebut. Sebagai bagian aktivitas vulkanisme, ancaman bahaya yang ditimbulkan terkait juga dengan dengan letusan gunung berapi seperti piroklastik, debu, awan panas dan sebagainya. Gempa sebagai akibat dari aktivitas tektonik beberapa kali terjadi di Provinsi Jawa Barat yang dalam sejarah pembentukannya merupakan bagian dari lempeng Eurasia yang bertumbukan dengan lempeng Indo-Australia. Akibat tumbukan tersebut, lempeng Indo-Australia menunjam di bawah lempeng Eurasia dan terjadi akumulasi energi yang pada titik jenuhnya akan menyebabkan gempa.

2.      Tsunami
Tsunami merupakan rangkaian gelombang laut yang menjalar dengan kecepatan tinggi. Di laut dengan kedalaman 7.000 meter, kecepatannya dapat mencapai 942,9 km/jam dengan panjang gelombang mencapai lebih dari 100 m, tinggi tidak lebih dari 60 m dan selisih waktu antar puncak antara 10 menit hingga 1 jam. Saat mencapai pantai yang dangkal, teluk, atau muara sungai, panjang gelombang menurun kecepatannya namun tinggi gelombang meningkat hingga puluhan meter dan bersifat merusak. Sebagian besar tsunami disebabkan oleh gempa bumi di dasar laut dengan kedalaman kurang dari 60 km dan magnitude lebih dari 6 SR. Namun demikian, tsunami juga dapat diakibatkan oleh tanah longsor dasar laut, letusan gunung berapi dasar laut, atau jatuhnya meteor ke laut. Peristiwa tsunami telah beberapa kali menghantam wilayah Jawa Barat barat. Tsunami terakhir terjadi pada tahun 2006 dan menimbulkan dampak parah di daerah pantai Pangandaran dan sekitarnya. Selain jatuhnya korban jiwa, juga terdapat kerusakan sarana penangkap ikan serta kerusakan lingkungan pantai.

3.      Letusan Gunung Berapi
Gunung berapi merupakan lubang kepundan/rekahan pada kerak bumi tempat keluarnya magma, gas atau cairan lainnya ke permukaan. Bencana gunung meletus disebabkan oleh aktifnya gunung berapi sehingga menghasilkan erupsi. Bahaya letusan gunung berapi dapat berpengaruh secara langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder). Bahaya primer letusan gunung berapi adalah lelehan lava, aliran piroklastik (awan panas), jatuhan piroklastik, letusan lahar dan gas vulkanik beracun. Bahaya sekunder adalah ancaman yang terjadi setelah atau saat gunung berapi tidak aktif seperti lahar dingin, banjir bandang dan longsoran material vulkanik. Di Provinsi Jawa Barat terdapat sejumlah gunung api yang masih aktif hingga kini yaitu Gunung Gede di tasikmalaya, Gunung Papandayan di wilayah Garut, Gunung Patuha di Kabupaten Bandung, Gunung Tangkupan Perahu, Guntur dan juga Gunung Galunggung, yang letusannya pernah menimbulkan hujan abu yang hebat.

4.      Banjir
Banjir merupakan peristiwa terbenamnya daratan karena peningkatan volume air akibat hujan deras, luapan air sungai atau pecahnya bendungan. Banjir juga dapat terjadi di daerah yang gersang dengan daya serap tanah terhadap air yang buruk atau jumlah curah hujan melebihi kapasitas serapan air. Jawa Barat juga memiliki karakteristik perpaduan antara daerah pegunungan yang berada di Wilayah Selatan dan dataran rendah di Wilayah Pantai utara (Pantura). Memiliki curah hujan yang tinggi (rata-rata 219mm/th). Dengan curah hujan yang tinggi tersebut, jelas mengakibatkan air sungai meluap terkena wilayah Pantura. Propinsi Jawa Barat sebagai daerah penyangga Ibu Kota Negara memiliki luas total 3.720.772 hektare dengan luas daratan sekitar 3.555.502 Ha sisanya berupa perairan. Dari luas daratan memiliki Sumber Daya Hutan seluas 816.603 ha (22.97 % dari luas daratan). Telah semakin kritisnya hutan-hutan yang ditandai dengan pembabatan pohon yang tidak terkontrol, sehingga manakala terjadi hujan maka akan semakin mudah terjadi banjir yang melanda di berbagai wilayah di Jawa Barat.

5.      Tanah Longsor
Tanah longsor merupakan pergerakan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut ke arah yang lebih rendah. Gejala umum tanah longsor diantaranya adalah munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing, munculnya mata air baru secara tiba-tiba dan tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan. Peristiwa tanah longsor yang terjadi di Jawa Barat pada umumnya terdapat pada daerah dengan kondisi geologi yang tidak stabil dan seringkali dipicu oleh terjadinya hujan deras yang melebihi titik tertinggi. Tanah longsor biasanya menyebabkan terganggunya fungsi infrastruktur umum seperti jalan. Topografi, geografi, dan wilayah Jawa Barat identik dengan Bukit Lawang (Sumut), Banjarnegara (Jateng), dan Jember (Jatim). Bahkan pergerakan tanah di Jawa Barat lebih rentan karena intensitas curah hujannya lebih tinggi. Akibatnya wilayah Jawa Barat sangat rentan dengan bencana longsor. Langsor adalah krisis warga yang paling sering terjadi di 73 kecamatan yang berada di 12 kabupaten/kota di Jabar yaitu Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Kuningan, Majalengka, Sumedang, Subang, dan Purwakarta. Selain itu juga terdapat terdapat 533 titik rawan longsor yang tersebar di 14 Kawasan Pemangku Hutan (KPH) milik Perum Perhutani III Jawa Barat dan Banten. Dari jumlah itu, 25 diantaranya merupakan daerah sangat rawan longsor yaitu 20 titik di Jawa Barat sisanya di wilayah Banten. Dari data Perhutani III Jawa Barat-Banten, daerah yang mempunyai titik rawan longsor terbesar yaitu Bandung Selatan 83 titik, Tasikmalaya 66 titik, Cianjur 58 titik, dan Sukabumi 47 titik. Sementara lokasi sangat rawan longsor antara lain, Subang di Kuningan, Baturanjak di Majalengka, Cimalaka dan Tanjungkerta di Sumedang, serta Gunung Halu di Bandung, dan Campaka di Cianjur. Khusus wilayah III Cirebon, daerah rawan longsor kawasan Perhutani III terdapat di Kabupaten Kuningan sebanyak 42 titik dan Kabupaten Majalengka 16 titik.

6.      Kekeringan
Pemanasan global terjadi karena meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin kaya gas rumah kaca maka akan menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas matahari yang dipancarkan ke Bumi. Daerah dengan iklim hangat akan menerima curah hujan yang lebih tinggi, tetapi tanah akan lebih cepat kering. Kekeringan tanah akan merusak tanaman bahkan menghancurkan suplai makanan. Perubahan iklim global berpengaruh terhadap kondisi iklim di Jawa Barat. Krisis kekeringan terjadi di beberapa kabupaten di Jawa Barat, yaitu Indramayu, Tasikmalaya, Cirebon, Kuningan, Ciamis, Sumedang, Garut, Bandung, Cianjur, Sukabumi kondisi terberat memang terjadi di Indramayu, Cirebon, Majalengka, dan Subang. Krisis ini sudah mengarah kepada penguasaan air. Konflik horizontal perebutan air bersih untuk perumahan dan pertanian tidak dapat dielakkan lagi. Krisis ini adalah kegagalan pengurus wilayah dalam mengelola DAS sebagai penyuplai untuk pengairan dan minum. Krisis yang paling besar terjadi di kawsana Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan atau biasa disebut Ciayumajakuning. Sumber air permukaan di kawasan Ciaumajakuning berasal dari sungai dan waduk. Beberapa sungai utama yaitu sungai Cipaniis, Cilengkrang, Cimanuk, Bangkaderes, Jurangjero dan Cisanggarung. Kondisi sungai ini mengalami krisis penurunan debit. Cimanuk dan Ciranggarung merupakan sumber air terbesar yang menyuplai Ciayumajakuning.

B.     PENANGANAN PRA BENCANA
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuka lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Beberapa faktor yang menyebabkan kawasan Jawa Barat menjadi rawan longsor, antara lain:
1.      Faktor internal
·        Kelerengan yang terjal
·        Genesis morfologi lereng (perubahan kemiringan dari landai ke curam)
·        Geologi (jenis tanah, sifat batuan, stratigrafi, perlapisan sedimen dan struktur geologi)
·        Kondisi tanah (perlapisan tanah, tingkat pelapukan, ketebaln tanah)
·        Perlapisan tanah atau batuan searah dengan kemiringan lereng
·        Sering mengalami gangguan gempa
·        Gangguan tektonik (pengangkatan dan penurunan)
2.      Faktor eksternal
·     Morfologi atau bentuk geomorfologi lereng
·     Hujan, intensitas hujan yang tinggi dan hujan deras dalam waktu lama
·     Kegiatan manusia, melakukan peambangan tanpa memperhatikan aspek keamanan
Tanah longsor yang merupakan perpindahan massa tanah dan batuan serta materi lain dapat dibedakan menjadi longsoran, nendatan, rayapan dan jatuhan. Dampak bencana tanah longsor antara lain menimbulkan kematian dan luka-luka, kerusakan dan kehancuran harta benda, kerusakan dan kehilangan mata pencaharian, kehilangan tempat tinggal, dampak psikologis dan sosial serta kerusakan sarana dan prasarana umum.
Langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum terjadi bencana longsor yang sering terjadi di Jawa Barat antara lain:
1.      Membuat peta kerawanan bencana tanah longsor sebagai bahan penyusunan strategi penaggulangan bencana tanah longsor dan penetapan prioritas penanganan
2.      Melakukan penataan penggunaan lahan melalui penataan ruang
3.      Menghindari atau mengurangi pembangunan teras bangku di kawasan yang rawan longsor, yang tanpa dilengkapi dengan saluran pembuangan air dan saluran drainase di bawah permukaan tanah untyuk mengurangi kandungan air dalam tanah
4.      Mengurangi intensifikasi pengolahan tanah di daerah yang rawan longsor
5.      Menghindari membuat kolam di atas kawasan yang rawan longsor
6.      Melakukan penanaman vegetasi tanaman keras yang ringan dengan perakaran intensif dan dalam bagi kawasan yang curam dan menumpang di atas lapisan impermeabel
7.      Menghindari atau mengurangi penebangna pohon yang tidak terkendali dan tidak terencana
8.      Membangun jalur hijau pada sempadan sungai
9.      Melakukan penyuluhan bahwa kita harus dapat hidup harmonis dengan alam dan dengan bencana yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Peristiwa tanah longsor yang terjadi di Jawa Barat pada umumnya terdapat pada daerah dengan kondisi geologi yang tidak stabil dan seringkali dipicu oleh terjadinya hujan deras yang melebihi titik tertinggi. Oleh karena itu sebelum terjadi bencana tersebut maka perlu penyuluhan bahwa sebaiknya dilakukan penanaman tanaman yang dapat dengan cepat menyerap air hujan yang jatuh ke tanah.
10.  Membuat sengkedan pada tanah yang miring dan rawan longsor. Selain itu juga melakukan penyuluhan untuk tidak membangun rumah persis di dekat lahan yang rawan longsor.

C.     PENANGANAN SAAT TERJADI BENCANA
Hal-hal yang dilakukan saat terjadi bencana longsor, antara lain:
1.      Memberikan peringatan dini yang merupakan tanda akan terjadi longsor, dapat dikenali apabila kita peka terhadap perubahan lingkungan dan segera mengungsi ke tempat yang lebih aman
2.      Segera menyelamatkan korban jiwa, bantulah mereka menuju daerah yang aman yaitu daerah yang datar
3.      Segera menyelamatkan para korban terutama anak-anak dan orang tua jompo karena daya upaya mereka tidak dapat maksimal mengingat usia mereka yang belum siap dan sudah tidak siap untuk menghadapai bencana.

D.    PENANGANAN PASCA TERJADI BENCANA
Beberapa langkah yang perlu dilakukan pasca terjadi bencana tersebut antara lain:
1.      Melakukan tanggap darurat yaitu tindakan cepat dengan pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan dan sumberdaya secara terarah dan terkoordinasi
2.      Melakukan penyelamatan dan evakuasi dengan memberikan pertolongan pertama korban selamat ke tempat aman
3.      Mengumpulkan sukarelawan serta berbagai pihak untuk dilakukan koordinasi mengenai pendistribusian bantuan mulai dari daerah yang mudah dijangkau sampai daerah yang sulit terjangkau
4.      Melakukan valuasi bencana pasca bencana, antara lain:
·        Inventarisasi jumlah kerusakan rumah penduduk dan fasilitas umum berdasarkan tingkat kerusakan
·        Penghitungan dan perkiraan kerugian materi
·        Evaluasi dan identifikasi daerah sekitar longsor yang rentan atas logsor susulan
5.      Melakukan rehabilitasi pasca bencana, antara lain:
·        Memperbaiki lingkungan yang terkena dampak bencana dengan tujuan untuk mengembalikan kondisi dan fungsi lingkungan
·        Memperbaiki sarana dan prasarana umum yang mengalami kerusakan akibat bencana tanah longsor.
Memberikan bantuan berupa material bangunan untuk membangun kembali infrastruktur umum yang rusak seperti jalan raya. Selain itu juga untuk membangun tempat tinggal para korban yang rusak karena longsor.
·        Memberikan bantuan perbaikan rumah masyarakat korban yang layak huni.
Bantuan berupa material juga sangat diperlukan karena para korban yang notabene tidak mempunyai tempat tingga karena rumahnya hancur terkena longsor tetap harus dapat bertahan hidup. Bantuan yang sangat dibutuhkan yaitu bantuan logistik berupa bahan makanan pokok, hal itu bertujuan agar kondisi kesehatan para korban tetap terjaga karena biasanya pasca bencana banyak sekali penyakit yang dapat menyerang para korban karena kondisi pengungsian yang penuh sesak dengan fasilitas yang sangat terbatas
·        Melakukan pencarian lokasi alternatif untuk relokasi korban bencana
·        Memulihkan kondisi sosial, keonomi dan budaya dengan memberikan bantuan sarana dan prasarana pendukungnya
·        Memulihkan keamanan dan ketertiban masyarakat
·        Memulihkan fungsi pemerintah dan layanan publik dengan memperbaiki prasarana dan sarana pemerintahan, pemulihan lembaga dan fungsi pemerintahan
·        Memberikan layanan kesehatan secara berkanjut dan psikologis bagi korban, sehingga dapat kembali beraktivitas.
Layanan kesehatan dapat diberikan melalui bantuan tenaga medis dan bantuan obat-obatan untuk menangani korban bencana longsor yang umumnya mengalami luka ringan sampai luka berat akibat terkena reruntuhan bahan bangunan yang terkena longsor. Sementara itu pembinaan kondisi psikologis para korban agar mereka tidak terlalu larut dalam duka dan tidak mengalami trauma akibat longsor yang telah menelan korban jiwa dan korban material. Para korban yang mengikuti pelatihan konseling pasca bencana ini diharapkan sebagai ujung tombak yang dapat memberikan informasi tentang cara penanggulangan bencana alam kepada masyarakat pada umumnya, serta sekaligus tujuannya untuk membantu dan meringankan beban para korban bencana alam yang mengalami trauma. Berbagai materi dan pola penanggulangan bencana alam yang dilaksanakan selama dalam pelatihan konseling ini selanjutnya oleh para korban bisa disampaikan dan dipraktikkan kepada para masyarakat lain. Sehingga, seandainya terjadi kejadian bencana alam yang serupa, para peserta pelatihan dalam hal ini korban longsor tersebut diharapkan bisa membantu untuk mengantisipasinya.

BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
Provinsi Jawa Barat merupakan daerah yang topografinya bergunung-gunung dan aliran sungai yang umumnya bermuara di wilayah Pantai Utara, maka di beberapa daerah merupakan daerah rawan bencana. Potensi bencana yang sering terjadi antara lain banjir, gunung memletus, tanah longsor, tsunami, kekeringan, dan gempa bumi. Namun bencana alam yang paling sering terjadi adalah bencana banjir dan tanah longsor. Penyebab meningkatnya kualitas bencana banjir dan longsor 2008 hingga menimbulkan kerugian materi yang lebih besar dibandingkan pada tahun 2007, antara lain akibat kerusakan hutan, buruknya penataan lingkungan, musim hujan lebih panjang. Selain itu, sungai-sungai di Jawa Barat yang melewati daerah rendah di Jawa Barat seperti Karawang, Indramayu, Ciamis, dan Kab. Bandung, sudah mengalami pendangkalan. Kondisi cuaca global juga mendorong terjadinya bencana alam, misalnya akibat pemanasan global yang menyebabkan sering pasangnya air laut.
Dan untuk mewaspadai terjadinya bencana-bencana tersebut, maka perlu diakukan penanganan mulai pra bencana, saat terjadi bencana dan pasca bencana. Tindakan yang dilakukan, merupakan perwujudan bahwa kita harus tanggap terhadap bencana yang mengancam. Dengan demikian maka akan mengurangi korban yang diakibatkan oleh bencana alam yang terjadi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Sphere Project.2004.Piagam Komunitas dan Standar minimum dalam Respons bencana edisi bahasa Indonesia.Jakarta:PT. Grasindo.
Anonim.1998.Pedoman Penanggulangan Bencana dan penanganan pengungsi.Jakarta:Bakornas Pbp.

by : poespha

0 Response to "Potensi Bencana di Jawa Barat"

Posting Komentar

Silahkan Tinggalkan Komentar Mas/mb
Kami senang Jika anda berkenan